Penulis: Sunadio Djubair
Tutuyan – Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) mendesak aparat kepolisian untuk segera mengambil langkah tegas terhadap aktivitas pertambangan ilegal di wilayah Paret yang diduga melibatkan sejumlah pemodal besar.
Ketua DPC APRI Boltim, Hendra Abarang, S.Hut., menyampaikan pernyataan keras tersebut menyusul maraknya aktivitas eksploitasi aliran Sungai Paret dengan menggunakan alat berat ekskavator. Ia menilai, para pemodal yang disebut berinisial PM alias Paris dan AN alias Andre, telah bertindak terlalu berani hingga terkesan kebal terhadap hukum.
“Persoalan illegal mining atau PETI di Paret, termasuk penggunaan tenaga kerja dari luar daerah, harus segera ditertibkan serta dicarikan solusi bersama. Jangan sampai penambang lokal yang merupakan pahlawan kehidupan justru dirugikan akibat eksploitasi berlebihan yang dilakukan alat berat,” tegas Hendra, Senin (27/10/2025).
Ia menambahkan bahwa aktivitas pertambangan ilegal tersebut telah merusak bentangan Sungai Paret dan berpotensi memicu terjadinya bencana banjir bandang pada waktu tertentu. Menurutnya, risiko tersebut akan berdampak langsung pada keselamatan masyarakat sekitar.
APRI juga menduga kuat bahwa para bos tambang ilegal tersebut, termasuk yang berinisial B (Boby), R (Roy), dan RK (Ricko), telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
Dalam Pasal 158 UU Minerba dijelaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha pertambangan tanpa izin resmi dari pemerintah dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.
Hendra berharap aparat penegak hukum dalam hal ini Polres Boltim segera menindaklanjuti laporan dan keluhan masyarakat sebelum dampaknya semakin meluas.
Selain itu, Hendra juga menegaskan bahwa APRI Boltim hadir untuk memperjuangkan hak penambang lokal yang selama ini menggantungkan hidup pada aktivitas pertambangan rakyat berskala kecil, bukan pada praktik eksploitasi oleh pemodal yang menggunakan alat berat ekskavator.
Menurutnya, keberpihakan terhadap penambang lokal wajib menjadi prioritas, karena mereka bekerja dengan cara tradisional serta mematuhi aturan yang ada. Sementara itu, penggunaan alat berat di kawasan yang tidak mengantongi izin resmi bukan hanya melanggar hukum, melainkan juga merusak ekosistem dan menghilangkan mata pencaharian masyarakat kecil.
“APRI akan selalu berdiri di depan untuk membela penambang lokal. Pemodal yang membawa alat berat ekskavator serta merusak lingkungan harus disikat. Negara tidak boleh kalah oleh praktik ilegal yang hanya menguntungkan segelintir orang,” pungkasnya.
Sebagai Ketua APRI Boltim, Hendra menekankan bahwa pihaknya siap berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan kepolisian dalam melakukan pembinaan serta pendekatan solusi untuk penataan pertambangan rakyat yang berkelanjutan di wilayah Boltim. (*)




