Penulis: Anugrah Pandey
Manado – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) berharap calon kepala daerah (Cakada) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), yakni gubernur, bupati, maupun wali kota, benar-benar ditentukan oleh masyarakat Sulut.
Ketua DKPP RI, Prof. Dr. Muhammad, S.IP., M.Si., mengatakan sangat disesalkan jika Cakada di Sulut ditentukan oleh sembilan hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) melalui sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
Hal tersebut disampaikannya dalam Seminar Nasional ‘Penguatan Demokrasi dan Integritas Pemilu di Indonesia’ yang dilaksanakan di Hotel Peninsula Manado, Sabtu (5/12).
“Jangan sampai gubernur dan wakil gubernur Sulut ditentukan oleh sembilan hakim di MK. Kalau berselisih di MK, maka yang menentukan gubernur itu bukan suara masyarakat tetapi hakim Mahkamah Konstitusi,” ungkap Muhammad.
Sembilan hakim MK, sambung Muhammad, belum tahu pasti karakter masyarakat Sulut. Oleh karena itu, kepala daerah terutama di Sulut harus ditentukan oleh masyarakatnya sendiri melalui pemilu.
“Sedih rasanya jika sembilan hakim MK tersebut yang menentukan kepala daerah. Kalau berselisih di MK, lalu suara kita, masyarakat yang mencoblos ke TPS itu tidak menjadi apa-apa,” lanjutnya.
Pada Pilkada Serentak 2020, terdapat tujuh kabupaten/kota di Sulut yang melaksanakan pemilihan yakni Manado, Bitung, Tomohon, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Bolaang Mongondow Timur, Bolaang Mongondow Selatan. Ditambah dengan pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Dalam forum tersebut, Muhammad juga mengingatkan penyelenggara pemilu (KPU maupun Bawaslu, red) merupakan wasit Pilkada. Seorang wasit harus netral, independen, dan profesional dalam memimpin sebuah pertandingan.
Sebagai contoh dalam sepak bola, dua kesebelasan yang bertanding akan saling rangkul dan berbesar hati, meskipun kalah jika pertandingan dipimpin oleh wasit yang netral, independen, dan profesional.
“Sebaliknya, kalau wasitnya memihak kesebelasan tertentu, menghakimi tidak netral, pasti kesebelasan yang kalah tidak akan menerima, pasti akan mengejar, memukul wasit. Begitu juga dengan pemilu, tunjukkan penyelenggara adalah wasit terpilih yang netral,” pungkas Guru Besar Ilmu Politik Universitas Hasanuddin ini.
Diketahui, seminar nasional Indonesia ini digelar atas kerjasama DKPP RI dengan Universitas Negeri Manado (Unima). Webinar dipandu oleh Susan N. H. Jacobus.,SH., M.Pd., sebagai moderator. (*)