Penulis: Josua Wajong
Tondano – Kerja-kerja budaya di Minahasa kini, dinilai sangat penting. Salah satunya memperbaiki situs cagar budaya yang tak terawat, ataupun dengan sengaja dirusak.
Tak heran, perhatian yang diberikan sejumlah pribadi ataupun kelompok, untuk memperhatikan dan merawat situs-situs peninggalan masa lampau yang sangat berharga, banyak mendapat apresisi publik.
Seperti yang diperlihatkan Rinto Taroreh beserta sejumlah komunitas dan organisasi kemasyarakatan, di kawasan situs Minawanua Tondano. Kali ini situs Watu Panimbe dipugar mereka secara bergotong royong.
“Panimbe (menihir) digunakan sebagai penanda berdirinya pemukiman baru, khususnya di Pakasaan Tolour. Sebutan Panimbe bermakna sesuatu yang diberikan Sang Khalik sebagai ruang hidup,” kata Taroreh, usai melakukan pemukaran, Selasa (13/4).
“Panimbe yang dipugar ini terletak di Minawanua Tou Liang dan Tou Limambot. Berdasarkan penghitungan silsilah, situs ini umurnya lebih dari seribu tahun. Hunian ini ditinggalkan setelah perang melawan Belanda tahun 1809,” jelas Taroreh yang diketahui baru juga menyelesaikan pemugaran terhadap Waruga Opo Lawit Potot di Lota, Kecamatan Pineleng.
Diakuinya, kondisi situs tersebut memang sangat memprihatinkan. Sehingga Ia bersama komunitas-komunitas yang saling berjejaring, memutuskan untuk melakukan pemugaran.
“Bulan Agustus tahun 2020 dan sebulan yang lalu, ketika kami berkunjung di situs ini, cukup sulit ditemukan karena telah tertutup vegetasi liar. Karena itu, seminggu yang lalu kami putuskan untuk mengadakan pemugaran. Dalam artian, membuat fondasi pelindung dan cor lantai untuk mencegah vegetasi liar menutupi situs ini,” tutur Taroreh.
Curah hujan, panas terik, dan rawa yang membungkus wilayah Minawanua, tidak menurunkan tekad mereka menyelamatkan peninggalan leluhur, bukti peradaban Minahasa itu.
“Hujan, panas serta medan rawa, tidak mengendorkan niat kami untuk melakukan penyelamatan situs budaya. Teman-teman, saudara-saudara yang terlibat bersama dalam kerja ini sangat luar biasa,” ungkap Taroreh.
Ia berharap, ke depan gerakan seperti ini bisa lebih banyak lagi di Minahasa.
“Semoga ke depan lebih banyak lagi gerakan penyelamatan situs budaya di tana’ Toar-Lumimuut ini. Penanda sejarah, penanda ingatan ini adalah tanggung jawab kita bersama agar tetap lestari.Tetap semangat teman-teman pegiat budaya di manapun berada,” tutup Taroreh.
Diketahui, organisasi dan komunitas adat yang terlibat dalam aksi ini, Makatana Minahasa bersama Divisi Saruntawaya, Mawale Movement, Sekolah Adat Pawowasan Toudano, Sanggar Seni Budaya Manguni, Waraney Umbanua, Tou Muung Wuaya, Waraney Wuaya dan beberapa pemerhati budaya. (Son)