Penulis: Rikson Karundeng
Manado – Hari masih pagi. Kota Manado baru mulai menggeliat. Julianto Philip, melangkah bergegas penuh semangat. Ini memang gaya khas Guru Agama Sekolah Dasar (SD) Negeri 11 Manado itu.
Tanggung jawab telah memanggilnya. Ia harus mengajar. Namun Selasa, (9/2/2021) pagi ini, hal berbeda yang akan ia lakoni. Ia harus mengajar melalui ‘udara’.
Maklum, pandemi Covid-19 telah membuat ia dan para guru lainnya mau tak mau harus merobah proses belajar-mengajar. Tidak lagi bertatap muka langsung. Ia pun mulai terbiasa mengajar ke siswa dengan cara berbeda.
Saat mentari mulai merangkak naik di atas ibukota provisi Sulawesi Utara (Sulut), suara Wakil Ketua Hubungan Gereja-Gereja dan Lembaga Keumatan Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Sulut itu sayup terdengar di balik monitor radio. Kali ini Prof, sapaan akrabnya, diundang untuk mengajar melalui siaran Pro 1 Radio Republik Indonesia (RRI) Manado.
“Topik kita hari ini tentang keberagaman,” kata Julianto, memulai program guru mengajar di RRI Manado.
“Adik-adik sekalian penting sekali mengenal betapa negara Indonesia ini terdiri dari berbagai agama, suku dan bahasa. Tetapi kita boleh hidup damai dan rukun. Itu sesuai dengan semboyan negara kita yang tertulis dalam lambang negara kita, Bhineka Tunggal Ika. Artinya, berbeda-beda tapi tetap satu,” tutur Julianto, pemuda yang dididik menjadi kader oikumenis nasionalis sejak menjadi penggerak di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Manado.
Usai mengajar, Julianto mengaku sangat senang. Ia boleh memenuhi tugas yang diberikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Manado. Tapi lebih dari itu, boleh memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang kader GMKI. Ya, tugas pengabdian, menjadi pendidik, dihayatinya sebagai bagian penting dari tugas yang harus diemban seorang kader GMKI.
“Saya senang karena mendapat kesempatan ini. Boleh tetap melaksanakan tanggung jawab sebagai seorang pendidik di momen pas dengan dies natalis GMKI ke-71. Saya bangga, sebab dengan melakukan itu, terwujudlah apa yang seharusnya dilakukan oleh kader GMKI. Waktu mahasiswa, sebagai kader GMKI, saya paham betul kami memiliki Tri Panji GMKI. Tinggi iman, tinggi ilmu, tinggi pengabdian,” ucap mantan Sekretaris Fungsional Bidang Hubungan Kerjasama GMKI Manado masa bakti 2013-2015 ini.
“Tri Panji GMKI merupakan tanda kebesaran dari kader-kader GMKI. Setiap kader GMKI haruslah memiliki kompetensi ini. Untuk itu, setiap aktivitas dan usaha yang dilakukan adalah upaya untuk menciptakan kompetensi kader demikian,” jelasnya dengan nada bangga.
Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan BPC GMKI Manado masa bakti 2015-2017, yang pernah menjadi caretaker GMKI Airmadidi tahun 2018 ini pun melontar harap. Seluruh kader GMKI akan selalu ingat Tri Panji itu dan penuh semangat mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata sehari-hari.
“Sebagai bagian dari GMKI, saya berharap para kader GMKI dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka dapat ketika beraktivitas dalam gerakan, pada kehidupan sehari-hari. Apapun profesi kita. Jadikan momen dies natalis kali ini sebagai pemacu semangat kita dalam menjalankan tugas panggilan Sang Kepala Gerakan,” tandas Julianto.
“Selamat merayakan dies natalis GMKI ke-71. Tinggi iman, tinggi ilmu, tinggi pengabdian,” kuncinya. (Son)