BerandaSUARAKontradiksi Wacana Independen Pemuda Pada Momentum Politik

Kontradiksi Wacana Independen Pemuda Pada Momentum Politik

Oleh: Ridwan Oemar (Mahasiswa Prodi Pendidikan Sosiologi UNIMA Angkatan 2016)

MERUJUK pada kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), pemuda adalah orang yang masih muda. Sedangkan secara terminologi, pemuda adalah individu yang bila dilihat secara fisik sedang mengalami perkembangan dan secara psikis sedang mengalami perkembangan emosional. Sehingga pemuda merupakan sumber daya manusia pembangunan, baik saat ini maupun masa akan datang. Jika kita menengok lebih jauh ke belakang, pemuda punya peranan besar dalam catatan panjang perjalanan bangsa ini.

Politik juga merupakan satu aspek kehidupan yang tak dapat dilepaskan dari bagian kehidupan manusia. Secara universal politik memiliki banyak pengertian dan arti. Namun guna mengarah pada tujuan penulisan maka secara sederhana politik dapat diartikan sebagai seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional dan nonokonstitusional. Politik juga merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.

Dalam wacana-wacana tertentu, pemuda dan politik seringkali ditempatkan pada posisi yang kontra. Benar saja, sebagai pemuda idealnya harus menjaga independen dan kenetralan itu sendiri, terutama pada saat momentum politik. Di sisi lain ini merupakan doktrinisme yang hadir pada ruang-ruang dialektika dan ilmiah di kalangan pemuda dan mahasiswa.

Sebenarnya ini dua persoalan yang tidak bisa dipisahkan namun ditempatkan pada posisi yang kontradiktif sehingga menimbulkan kebimbangan di kalangan pemuda sendiri. Minimnya pemahaman akan menjerumuskan kita pada pendangkalan penafsiran alasan lain. Kenapa kita tidak mengamini bahwa politik praktis itu benar sebab di sana tersedia ruang-ruang pragmatisme, apatisme serta kepentingan kelompok dan oligarki. Tapi bagaimana dengan mereka yang turut terlibat di sana namun menggunakan skil serta kemampuan untuk menopang kebutuhan ekonomi individu, apakah itu salah ? Tentu kita juga tidak punya kapasitas menetapkan benar dan salah selain itu manusia punya jalan hidup masing-masing.

Jika kita telaah lebih dalam wacana yang berkembang hari ini maka akan muncul kontradiksi wacana terkait boleh atau tidakah pemuda dan mahasiswa turut terlibat dalam momentum poltik. Sejatinya tidak ada hal di dunia ini yang tidak kontradiksi. Tuhan yang kapasitasnya sebagai pencipta juga pada sisi lain maha kontradiksi, apalagi kita yang hakekatnya adalah makhluk ciptaan-Nya. Maka doktrinisme harus berbanding lurus dengan realitas kehidupan sebab paradigma hadir sebagai satu solusi atas persoalan yang terjadi hari ini. Jika politik itu bagian paling hina dari satu aspek kehidupan maka sudah barang tentu kita tidak akan bisa menghindarinya karena dari segi sosiologis manusia dalam menjalani kehidupan harus menerima tiap dinamika yang terjadi dari pada realitas hidup itu sendiri sehingga realitas menjadi sesuatu yang mutlak dan aspek paling fundamental bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya.

Seharusnya sebagai pemuda yang konon katanya agen perubahan di republik ini, kita harusnya melihat secara objektif dan komprehensif atas apa yang terjadi hari ini dan turut melibatkan mereka yang adalah bagian dari kita semua, bukan justru mengkritisi dan menyalahkan sesama tanpa ada solusi yang kongkrit sehingga adanya indikasi salah kaprah. Meminjam istilah Om Kuhn soal skema progress sains tentang paradigma sebagai salah satu solusi memecahkan sebuah masalah, jikalau kita tidak mampu memecahkan teka-teki sebuah persoalan maka itu dipandang sebagai sebuah kegagalan (anomali) dari ilmu kita sendiri, tidak pada paradigmanya. Dan anomali sendiri dianggap mengancam paradigma bila menyentuh sampai pada hal-hal yang fundamental dan menjadi bagian paling penting dari ruang-ruang kehidupan itu sendiri sehingga memicu adanya krisis. Setiap krisis selalu diawali dengan pengkaburan terhadap paradigma yang ada serta kaidah-kaidah riset yang normal sebagai akibat dari itu munculnya paradigma baru (paradigma rival), sekurang-kurangnya paradigma ini sebagai embrio.

Kurang lebih konsep kita memahami suatu persoalan seperti itu, guna melahirkan satu jalan terang. Selain itu peranan generasi muda dalam perkembangan demokrasi di tiap daerah cukup besar. Saling menyalahkan bukanlah citra diri dari masyarakat ilmiah. Soal terlibat dan tidaknya pada ruang politik merupakan kemerdekaan individu. Doktrin yang lahir pada ruang dialektika ilmiah haruslah memepertimbangkan semua aspek sehingga terciptanya sebuah keseimbangan (equilibrium) di tengah kontestasi politik yang semakin hari telah melenceng pada nilai dan hakekat yang sebenarnya. Ini menjadi catatan bersama semua pemuda mahasiswa sebab nalar kritis dan intelektualitas kita dibutuhkan di setiap ruang kehidupan sebagai tonggak peradaban suatu bangsa, oleh karena ada tanggung jawab lebih besar yang diberikan bangsa ini kepada kita dibandingkan kita saling mencecok satu dengan lainnya untuk hal yang sebenarnya tidak substansial.

Kemerdekaan yang paling sederhana adalah merdeka terhadap diri sendiri namun sebisa mungkin menghindari pragmatisme dan watak oligarki, jangan jadi iblis bejubah malaikat sebab nasib negeri ini ke depan tergantung apa yang kita perbuat hari ini. Sudah terlalu banyak orang cerdas di negeri ini namun hanya sedikit yang jujur. (*)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

KPU PROVINSI SULAWESI UTARA

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

KPU TOMOHON

spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img
spot_img

Most Popular

Recent Comments