Penulis: Josua Wajong
Tomohon – Gelombang protes mulai kencang menyasar aktivitas PT Bangun Minanga Lestari (BML). Penambahan luas wilayah di Perumahan Griya Bangun Tomohon Lestari 2 (GBTL 2) yang diduga belum mengantongi izin lingkungan, jadi titik sasar.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tomohon, John E.S. Kapoh menjelaskan, pengurusan izin lingkungan dari PT BML talah dikeluarkan tahun 2015.
“Rekomendasi DLH kala itu mencakup luas area tidak lebih dari 5 hektare,” kata Kapoh.
Ditanya soal informasi bahwa luas kawasan pembangunan perumahan GBTL 2 sudah lebih dari 5 Ha, Kapoh mengatakan pihaknya akan memeriksa kembali dokumen-dokumen yang sudah dimasukkan PT BML.
“Luasan area yang ditetapkan undang-undang, sesuai izin lingkungan yang kita berikan, harusnya tak lebih dari 5 hektare. Nanti saya cek lagi berkasnya,” ungkap Kapoh.
Menurutnya, pihak pengembang wajib melaporkan kondisi lokasi yang dikelola setiap 1 semester. Atau dua kali selama setahun. Hal ini dimaksudkan agar pengembang tetap berkomitmen dengan kesepakatan awal sesuai dengan izin yang dikeluarkan DLH. Namun, diakui sepanjang tahun 2020 lalu, tidak ada laporan dari pengembang. Bahkan sejak izin lingkungan tahun 2015.
“Nanti kami segera ditindaklanjuti masalah ini,” tagasnya.
Ia juga memastikan, akan merespons serius keluhan yang sudah dilayangkan pemerhati lingkungan kota Tomohon.
“DLH akan turun lapangan. Dalam waktu dekat ini kami akan tinjau lokasi perumahan itu. Kami akan melakukan audit, apakah benar perluasan wilayah sudah melebihi standar sesuai ketentuan,” tandas Kapoh.
Sebelumnya aktivis lingkungan kota Tomohon, Jabes Wolter Kanter, membeberkan jika ekspansi lahan yang dilakukan pengelola perumahan bersubsidi tersebut diduga mengangkangi aturan.
Perluasan lahan tambahan di bagian kiri jalan utama masuk ke kawasan perumahan, belum ada izin lingkungan. Lokasi sudah digusur, bahkan saat ini sedang dibangun rumah, padahal kawasan itu merupakan daerah resapan air.
“Perluasan wilayah ini seharusnya memperhatikan dampak lingkungan ke depan. Apalagi hal itu telah mengakibatkan kerusakan ekosistem dan merubah bentuk alam. Realitasnya, cukup banyak pepohonan yang ditebang. Ini dipastikan bisa mempengaruhi kondisi air bawah tanah yang menjadi sumber air Perumahan GBTL-2,” kata Kanter, Jumat (5/2).
Akademisi Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) ini menjelaskan, kalau kondisi air bawah tanah terganggu maka debet air pasti akan berkurang. Imbasnya, sumber air tersebut bisa mati.
“Ini artinya, pengembangan perumahan tidak melalui kajian lingkungan dan perencanaan yang baik. Persoalan itu sudah kami laporkan ke instansi teknis, yakni Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tomohon,” ungkapnya.
Selain izin lingkungan, usaha pengembangan perumahan GBTL-2 yang berlokasi di Kelurahan Lansot, Kecamatan Tomohon Selatan ini, seharusnya sudah memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL). Sebab luas wilayah pengelolaan perumahan bersubsidi ini sudah lebih dari 5 hektare.
“Setahu saya, pengurusan izin yang terdahulu hanya untuk pembangunan sekitar 400 unit rumah. Sekarang, jumlah rumah yang dibangun sudah melebihi 500 unit. Sementara, pihak developer belum mengurus izin AMDAL,” ungkap Kanter yang juga warga perumahan GBTL-2. (Son)