Penulis: Susan Tungkagi
Manado – Tindakan tak mengenakan diduga dialami salah satu Praja Institut Pemerintah Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Jawa Barat. Kasus yang menimpa praja asal Provinsi Sulawesi Utara itu langsung ditindaki oleh pihak IPDN. Sejumlah praja yang disinyalir melakukan pemukulan, langsung dikeluarkan oleh pihak IPDN pada tanggal 19 November 2020 lalu.
Belakangan, terinformasi jika satu dari sejumlah praja yang dikeluarkan dari IPDN tidak terlibat aksi pemukulan. Dia adalah Jurgen Paat.
Praja IPDN Jatinangor tingkat 2 ini keberatan dituding ikut melakukan aksi tidak terpuji yang berakibat dikeluarkan dari IPDN. Padahal menurut Jurgen, dirinya tidak ikut memukul praja asal Sulut yang notabene adalah sahabatnya sendiri.
“Saya tidak ikut memukul,” aku Jurgen saat jumpa pers, Kamis (21/1/2021) siang di Manado.
Dirinya pun memaparkan bahwa kejadian itu terjadi pada tanggal 13 November 2020, dan baru diperiksa pada tanggal 19 November 2020.
“Saya dituduh melakukan kekerasan yang terjadi pada tanggal 13 November 2020. Di IPDN ada yang namanya komisi disiplin yang tugasnya memeriksa hal-hal seperti ini. Saya diperiksa pada tanggal 19 November 2020 dari pagi hingga sore. Ironisnya, saya langsung dipecat pada hari itu juga. Padahal, saya tidak pernah mengaku bahwa saya ikut melakukan kekerasan pemukulan, dan itu memang tidak pernah saya lakukan,” ucap Jurgen didampingi kedua orang tua dan kuasa hukumnya, Sofyan Jimmy Yosadi, S.H.
Merasa menerima perlakuan tidak adil, Jurgen pun meminta pendampingan pengacara untuk menempuh jalur hukum. “Sehingga yang sebenarnya bisa terbukti,” ucap dia.
Sementara, ibunda Jurgen, Maria Walukow kecewa dengan sikap IPDN Jatinangor yang dinilainya semena-mena.
“Kami sangat kecewa. Kami juga seorang pendidik dan pelayan gereja, kami sangat tahu dengan anak kami. Kami tidak pernah mengajarkan anak kami untuk melakukan kejahatan,” ujar Maria dengan menahan tangis.
Dirinya pun berpendapat, apa yang dilakukan pihak IPDN Jatinangor terhadap anaknya adalah tindakan yang tidak objektif.
“Kami sangat kecewa mendengar pengakuan anak kami bahwa dia diperiksa dari pukul 6 pagi hingga pukul 7 malam. Dan pada malam itu juga langsung diperintahkan berbaris dan dipecat. Malam itu juga harus keluar dari lingkungan sekolah, sedangkan ini sedang pada masa pendemi. Kemudian dibawa ke kantor penghubung Pemda Sulut. Di sana anak saya terlantar, tidak manusiawi,” tutup Maria sambil terisak.
Kuasa hukum Sofyan Jimmy Yosadi mengatakan, perkara tersebut segera bermuara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
“Kami akan segera mendaftarakan gugatan ini di PTUN Bandung,” tutup Yosadi. (Son)