Penulis: Josua Wajong
Manado – Perayan hari ulang tahun ke-5, Institut Seni Budaya Independen Manado (Isbima) berlangsung meriah dengan sejumlah penampilan dari para seniman dan budayawan Sulawesi Utara.
Perayaan tersebut digelar Isbima di Warkop Corner 52, Kelurahan Sario Tumpaan, Kecamatan Sario, Kota Manado, Jumat (4/3/2022).
Achi Breyvi Talanggai, Presiden Isbima ketika diwawancarai inatara.com menjelaskan, kegiatan ini digelar untuk merefleksikan segala proses yang telah dilewati Isbima selama lima tahun berkarya.
“Perayaan ulang tahun ini lebih ke refleksi sebetulnya. Refleksi lima tahun perjalanan Isbima. Apa sih yang sudah dilewati?
Kemudian capaian-capaian apa yang masih kurang untuk perlu dibenahi ke depan,” sebut Achi.
Karena menurutnya, selama lima tahun berkarya, Isbima telah melalui banyak persoalan.
“Isbima lima tahun bukan persoalan mudah. Banyak dinamika dan dialektika yang dialami teman-teman di Isbima. Baik persoalan keanggotaan maupun persoalan karya,” tutur Achi yang juga seorang sutradara ini.
“Tambah lagi, kami selalu memulai dengan nol rupiah. Kadang kala kami merasa tidak bisa melaksanakan proses karena pembiayaan,” sambungnya.
Namun diakuinya, semua itu bisa teratasi dengan berbagai upaya dari seluruh anggota Isbima yang terus berpacu mewujudkan setiap kegiatan.
“Akan tetapi teman-teman selalu mencari cara, sebisa mungkin untuk dapat menyukseskan setiap proses yang Isbima bikin,” aku Achi.
Di momen ini dirinya berharap, ke depan kekeluargaan yang telah terbangun dapat terus dijaga dan ditingkatkan.
“Di ulang tahun ke lima, harapanya ke depan semoga Isbima tetap solid. Mau dapat terjangan dari mana pun, kita terus menjaga kekeluargaan. Yang biasa kita sebut brotherhood,” asa Achi.
Dia juga berpesan, bagi seluruh anggota Isbima, agar selalu berpegang teguh pada parinsip yang telah disepakati bersama.
“Karya tanpa penonton, pemerhati atau kritikus itu sia-sia. Tapi meskipun di satu sisi itu sia-sia, kita harus berjuang. Kita tetap bergerak dan tetep berproses. Bahkan di momen-momen krusial. Kita harus berpegang teguh pada jargon kita yaitu ‘impossible we do, miracle we try,'” kunci Achi. (*)