Penulis: Josua Wajong
Tondano – Semangat bersama merupakan konsep kegiatan Sekolah Adat (Papendangan) Waraney Wuaya, di Desa Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Informasi ini disampaikan Juan Ratu, S.H., penganggung jawab sekolah adat Waraney Wuaya ketika diwawancarai usai acara, Sabtu (4/12/2021).
“Pelaksanaan Sekolah Adat Waraney Wuaya, menjadi tanggung jawab secara bersama seluruh yang terlibat. Baik pemberi ilmu maupun penerima ilmu, dapat saling memberi pengetahuan. Tidak terbatas orangnya harus seperti apa,” kata Ratu.
Disebutnya, ruang sekolah adat ini dipusatkan di Wanua (Kampung) Ure (Tua) Lotta, yang adalah merupakan salah satu wilayah yang penuh dengan cerita kultural Minahasa.
“Dengan konsep adat, ruang belajar tidak melulu dalam ruangan, tapi di alam, bahkan di situs penting bagi peradaban Minahasa,” tutur Ratu.
Ketika disunggung soal pertanyaan yang sering ditanyakan publik terkait dana kegiatan, pemuda adat Kanonang ini menjelaskan, sekolah adat tersebut menggunakan tradisi warisan leluhur Minahasa yakni ‘ru’kup’.
“Papendangen Waraney Wuaya ini terlaksana karena semangat kultural. Jadi, bagi siapa pun yang bertanya-tanya mengenai pendanaan, jawabannya ialah dengan mengikuti cara leluhur Minahasa, yakni dengan ru’kup,” aku Ratu.
“Setiap yang memiliki spirit Waraney Wuaya memberikan apa yang ada padanya sesuai ketulusan. Itu ukurannya. Ru’kup bisa dalam bentuk sayur-sayuran, beras, minyak, uang, tenaga bahkan pemikiran,” sambung Ratu.
Dikatakannya juga, pelaksanaan papendangan ini bertujuan untuk menegaskan kembali arti hidup di tanah Minahasa.
“Sesuai dengan tema, ‘Menemukan Akar untuk Masa Depan’, artinya kegiatan ini untuk mempersiapkan diri menjaga tanah Minahasa dari gempuran segala anasir di masa sekarang dan masa depan, dengan kokoh berpijak pada ajaran masa lampau yang begitu bijaksana,” kunci Ratu.
Diketahui kegiatan tersebut berlangsung sejak Jumat (3/12/2021). Kegiatan diawali dengan upacara adat mahelur yang dipimpin langsung oleh Tonaas Rinto Taroreh, penggerak Waraney Wuaya.
Terpantau juga, sejumlah masyarakat adat, pemuda adat serta mahasiswa dari berbagai universitas, baik lokal hingga luar negeri, hadir dengan pakaian-pakaian adat masing-masing.
Para pemateri yang terlibat langsung seperti, Tonaas Rinto Taroreh (Pelestari Budaya Minahasa, Parapsikolog), Dr. Ivan R.B. Kaunang, M.Hum., (Pakar Cultural Studies, Ketua Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Unsrat), Bodewyn Grey Talumewo, S.S., (Sejarawan Minahasa), Fredy M.S.B. Wowor, S.S., M.Teol (Inisiator Wale Papendangan Sonder).
Iswan ‘Laloan’ Sual, S.S. (Penghayat Kepercayaan Leluhur Lalang Rondor Malesung-LAROMA), Matulandi Supit, S.H. (Ahli Hukum Adat Minahasa, Pendiri Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), Reinard Wewengkang (Entrepreneur, Owner Padies Kimuwu).
Greenhill G. Weol, S.S (Director Mawale Cultural Center), Rikson Ch. Karundeng, M.Teol (Director Komunitas Penulis Muda Minahasa Mapatik), Rafael Wuaya Taroreh (Pemuda Adat Minahasa, Penggerak Waraney Wuaya), Dr. Denni H.R. Pinontoan, M.Teol., (Kepala Pusat Kajian Kebudayaan Indonesia Timur-PUKKAT), Nedine Helena Sulu (Dewan Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara). (Jos)